Disleksia, Bukan Berarti Kamu Tidak Hebat

quote

Disleksia bukanlah sebuah penyakit yang diberi obat kemudian bisa sembuh. Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa disleksia merupakan suatu keadaan yang tetap dan kronis. Disleksia merupakan gangguan belajar spesifik dalam hal membaca, mengenali kata, mengucapkan kata, memahami bacaan, mengeja, dan menulis yang disebabkan oleh gen dalam diri individu. Gangguan belajar dan ‘ketidakmampuan’ dalam menerima & mengolah informasi yang dialami pengidap disleksia di masa anak-anak dan akan berkurang di masa dewasa. Hal ini bukan disebabkan oleh sembuhnya disleksia, tetapi karena individu tersebut berhasil menemukan solusi dalam mengatasi ‘ketidakmampuannya’ karena kedisleksiaannya.

‘Ketidakmampuan’ seorang individu pada masa kanak-kanak terkadang membuatnya merasa kurang percaya diri karena banyak teman di lingkungannya yang sering mengucilkannya. Kebanyakan pengidap disleksia akan dianggap sebagai anak yang bodoh. Padahal, ‘ketidakmampuan’ penyandang disleksia tidak ada kaitannya dengan inteligensi. Pernyataan bodoh untuk penyandang disleksia sangatlah tidak tepat. Beberapa studi menemukan bahwa para penyandang disleksia tidak sedikit yang mempunyai tingkat kecerdasan IQ di atas rata-rata. Bahkan seorang Albert Einstein yang kita kenal sebagai orang jenius adalah seorang penyandang disleksia. Dengan demikian, seorang penyandang disleksia tidak dapat disimpulkan sebagai orang bodoh, hanya saja faktor lain yang menyebabkannya terlihat tidak mampu.

Individu yang menyandang disleksia kerap memiliki keunggulan atau potensi tersendiri yang jauh di atas rata-rata. Potensi yang ada dalam diri seorang penyandang disleksia diantaranya adalah kemampuan visual-spasial, analisis masalah yang mendalam, kesadaran sosial, ataupun penyelesaian masalah. Dengan demikian ia sangat mungkin mempunyai bakat besar di bidang geometri, permainan komputer, penulis, pelukis, kecerdasan bermain catur, artis, ilmuan, pengusaha, bahkan penemu seperti tokoh-tokoh terkenal didunia.

Seorang anak penyandang disleksia merupakan anak yang ‘istimewa’ karena diperlukan metode khusus dalam membantu belajarnya. Cara mengajar seorang anak disleksia seharusnya tidak disamakan dengan anak normal lainnya meskipun mereka mempunyai tingkat kecerdasan yang sama-sama normal. Anak disleksia cenderung lebih memiliki daya imajinasi dan visualisasi yang lebih tinggi dibanding anak normal. Sehingga, apabila seoarang anak penyandang disleksia ditangani dengan tepat maka ia dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.

Penyandang disleksia dapat ditangani dengan cara terapi melalui metode pembelajaran khusus untuk memudahkan mereka dalam belajar membaca. Metode pembelajaran yang dapat digunakan adalah berupa inovasi cara belajar yang lebih asik seperti, belajar mengenal huruf dan kata melalui permainan yang melibatkan bunyi, gerakan, dan gambar. Metode pembelajaran secara visual dengan gambar dan gerakan akan mempengaruhi daya penangkapan anak penyandang disleksia sehingga mereka akan lebih mudah dalam memahami bacaan dan kondisi lingkungannya.

‘Ketidakmampuan’ yang diubah menjadi kemampuan seorang penyandang disleksia akan menjadikan dirinya sebagai orang yang berhasil di masa depannya. Oleh karena itu, jangan abaikan anak yang mengalami disleksia. Beri semangat dan motivasi kepadanya bahwa dengan kekurangan yang ia miliki terkandung kemampuan yang lebih dibanding dengan anak normal lainnya. Untuk para orangtua diharapkan juga ikut mengawasi dan mendukung perkembangan anak pada umumnya dan dalam belajarnya sehingga dapat mengembangkan segala potensi yang terkandung dalam diri anaknya.

-Fremli Pradini Pertiwi-