Presentasi LexiPal di SD Pantara Jakarta

IMG_0102

Tim NextIn sedang mempresentasikan beberapa fitur aplikasi LexiPal di hadapan para guru-guru dan psikolog di sekolah.

Pada tanggal 16 September 2014, Tim LexiPal mempresentasikan aplikasi LexiPal yang baru saja divalidasi oleh Asosiasi Disleksia Indonesia di hari sebelumnya, di sebuah sekolah inklusif, yaitu SD Pantara di Jakarta. Pada akhir tahun mendatang, SD Pantara akan menjadi salah satu sekolah yang akan mendapatkan hibah aplikasi LexiPal yang disponsori oleh Bank Mandiri melalui program CSRnya.

-Mega Ai-

Uji Coba Aplikasi Kedua oleh Anak-anak dan Validasi Aplikasi

Pada tanggal 15 September 2014, uji coba aplikasi yang kedua diadakan lagi di Indigrow Child Development Center, Bandung pukul 08.00-12.00. Acara diikuti oleh 9 anak dengan rentang umur 5-9 tahun. Uji coba kali ini merupakan uji coba yang terakhir. Setelah selesai proses uji coba yang juga didampingi oleh para terapis, LexiPal mendapat surat validasi dari Ketua Asosiasi Disleksia Indonesia, dr Kristiantini Dewi. Surat Validasi pada tanggal 15 September 2014 ini menyatakan bahwa aplikasi ini sudah valid dan sudah layak untuk digunakan.

read more

Rangkaian Uji Coba Aplikasi LexiPal; oleh Tim Ahli dari Asosiasi Disleksia Indonesia dan Anak-anak Disleksia

Uji Coba Aplikasi LexiPal oleh Tim dari ADI

Sudah hampir setahun ini aplikasi LexiPal dikembangkan oleh NextIn Indonesia, perusahaan rintisan berbasis IT yang berdomisili di Yogyakarta bekerja sama dengan Asosiasi Disleksia Indonesia. LexiPal adalah aplikasi belajar membaca permulaan untuk anak dengan kesulitan belajar dan disleksia dengan rentan umur 5-7 tahun.

Pada tanggal 18 Juni 2014, aplikasi yang sudah selesai sekitar 95% ini di uji coba oleh tim ahli dari Asosiasi Disleksia Indonesia, yaitu dokter-dokter spesialis anak, terapis-terapis, dan psikolog.

read more

Apakah Disleksia bisa Disembuhkan?

Ditulis oleh: Kristiantini Dewi dr., SpA (Ketua Asosiasi Disleksia)

Penelitian retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap dan kronis. ”Ketidak mampuannya” di masa anak yang nampak seperti ”menghilang” atau ”berkurang” di masa dewasa bukanlah karena disleksia nya telah sembuh namun karena individu tersebut berhasil menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan yang diakibatkan oleh disleksia nya tersebut.

APA YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK ANAK DISLEKSIA

  • Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
  • Anak duduk di barisan paling depan di kelas
  • Guru senantiasa mengawasi/ mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
  • Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
  • Anak disleksia yang sudah menunjukkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup
  • Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: ”g, c, o, d, a, s, q”, bentuk zig zag:”k, v, x, z”, bentuk linear:”J, t, l, u, y, j”, bentuk hampir serupa:”r, n, m, h”
  • Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk ”memaksakan” cara penyelesaian yang klasik jika cara tersebut sukar diterima oleh sang anak.
  • Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan” yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan ”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.

Mengingat demikian ”kompleks”nya keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan bagi orang tua yang merasa anaknya menunjukkan tanda-tanda seperti tersebut di atas, agar segera membawa anaknya berkonsultasi kepada tenaga medis profesional yang kapabel di bidang tersebut. Karena semakin dini kelainan ini dikenali, semakin ”mudah” pula intervensi yang dapat dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi yang lebih parah.

read more

LexiPal di Techno Expo – TechnoCorner 2014, the Biggest Technological War

1601359_620787821323955_1136523849_n

Pada tanggal 5-6 April 2014, UGM Yogyakarta bersama dengan KMTETi menyelanggarakan Technocorner di Fakultas Teknik UGM.

Technocorner 2014 dengan tema Melukis Wajah Bangsa Melalui IPTEK adalah sebuah acara yang dipersembahkan oleh Keluarga Mahasiswa Teknik Elektro &Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada. Technocorener 2014 terdiri dari berbagai rangkaian acara, yakni Seminar Nasional, Line Follower Competition, Software Development Competition, Electrical Engineering Competition, dan Techno Expo. Technocorner 2014 diharapkan menjadi ajang kompetisi teknologi terbesar sekaligus menjadi wadah penyalur minat dan bakat generasi muda Indonesia dalam bidang teknologi. Technocorner 2014, The Biggest Technological War.”

read more